Selasa, 28 Mei 2013

Makalah Fungsi Hadist dalam Ajaran Islam


FUNGSI HADITS DALAM AJARAN ISLAM

I.                   PENDAHULUAN
Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum syariat, hadist/sunnah mempunyai kedudukan sederajat lebih rendah dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa sekali ketika seseorang membaca atau mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat global, tidak terpirinci, dan kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak muqoyyad.  Seperti perintah tentang kewajiban sholat. Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan bagaimana cara seseorang untuk mendirikan sholat, ada berapa rokaat,apa yang harus dibaca, dan apa saja syarat rukunnya. Akan  tetapi, dari hadist kita dapat mengetahui tata caranya sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya, keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi bayan ayat-ayat al-Quran yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui makna yang sesungguhya. Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang hadist, maka akan sangat sulit bagi kita untuk menelaah lebih dalam dan memahami ayat-ayat al-Quran.
Dalam makalah ini,  akan diuraikan terkait fungsi hadits dalam ajaran Islam, disertai contoh permasalahannya dan juga perbedaan pendapat para ulama dalam mengklasifikasikannya.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.         Apa fungsi hadits dalam ajaran Islam ?
2.         Sebutkan dan jelaskan klasifikasi fungsi-fungsi hadits sesuai urutan dan contoh-contoh kasus serta dalil pendukungnya?
3.         Bagaimana pendapat para ulama tentang fungsi hadits dalam islam?

III.             PEMBAHASAN
1.         Fungsi Hadist dalam Ajaran Islam
Dalam al-quran dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. diutus oleh Allah ke muka bumi untuk menjelaskan isi kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Hal itu senada dengan firman Allah dalam qur’an surat An Nahl : 44 yang artinya :
dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Dengan pemahaman ayat diatas, tegaslah kiranya bahwa hadist itu penjelasan, pensyarah, pen-taqyid, dan pen-takhsish ayat-ayat al-Quran.
Imam Ahmad berkata, “Mencari hukum dalam al-Quran haruslah melalui hadist. Mencari agama demikian pula, Jalan yang telah dibentang untuk mempelajari fiqh Islam an syariatnya ialah hadist/sunnah. Mereka yang mencukpi dengan al-Quran saja, tidak memerlukan hadist dalam memahami ayat, dalam mengetahui syariatnya,sesatlah perjalanannyadan tidak akan sampai pada tujuan yang dikehendaki.”[1]
Penjelasan-penjelasan yang dilakukan oleh nabi sangat beraneka ragam bentuknya dan memiliki fungsi-fungsi tertentu. Penjelasan itu dapat berupa ucapan, perbuatan, tulisan ataupun taqrir (pembenaran berupa diamnya beliau terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang lain). Nabi Muhammad saw. telah diberi oleh Allah SWT (melalui Al-Quran) hak dan wewenang tersebut. Segala ketetapannya harus diikuti.
Banyak ayat al-quran dan hadist Rasulullah yang memberikan penegasan bahwa hadist merupakan sumber hukum Islam selain al-quran yang wajib diikuti.
a)      Dalil al-Quran
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". ( ali Imron : 32)
b)   Hadist Rasulullah
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله و سنة نبيه
Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalia tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.
c)    Ijma’
Umat islam sepakat menjadikan hadist sebagai mashadir at-tasyri’. Kesepakatan itu, bahkan telah dilakukan sejak masa Rasulullah. Ketika masa al-khulafa ar-rasyidin dan masa-masa selanjutnya pun, tidak ada yang mengingkarinya.
d)   Sesuai dengan logika rasional
Kerasulan Muhammad telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam. Karena itu, bila kerasulannya telah diakui dan dibenarkan, maka sudah selayaknya apabila segala peraturan dan perundang-undangan, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun hasil ijtihad dan inisiatif sendiri, ditempatkan sebagai sumber hukum  dan pedoman hidup.[2]
2.      Fungsi-Fungsi  Hadits dan Contoh-Contoh Kasus Serta Dalil Pendukungnya
Fungsi Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al-qur’an ada 4 macam, yaitu:
a.         Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an. Fungsi hadits ini hanya memperkokoh isi kandungan al-qur’an sekalipun dengan redaksi yang berbeda namun ditinjau dari substansinya mempunyai makna yang sama. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh hadits yang di riwayatkan Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi :
فإذا رأيتم الهلال فصوموا و إذا رأيتموه فأفطروا ( رواه مسلم )
Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah. (HR. Muslim)
Hadits ini mentaqrir (menetapkan) ayat al-Quran Surah. Al-Baqoroh : 185 yang berbunyi :
 فَمَن شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه
Maka barangsiapa yang mempersaksikan  pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...
Karena ayat al-quran dan hadist diatas mempunyai makna yang sama maka hadist tersebut berfungsi sebagai bayan taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam al-quran.
b.      Bayan Al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
Diantara contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan sholat. Banyak sekali ayat-ayat terkait perintah kewajiban sholat dalam al-Quran. Salah satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh ayat : 43
واقيموا الصلاة واتوا الزكاة واركعوا مع الرا كعين
dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.
Ayat tersebut menjelaskan tentang kewajiban sholat tetapi tidak dirinci atau dijelaskan bagaimana operasionalnya, berapa rokaatnya, serta apa yang harus dibaca dalam setiap gerakan sholat. Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana mendirikan sholat yang baik dan benar. Hingga beliau bersabda,
صلوا كما رايتموني اصلي(رواه البخاري)
Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat. (HR.Bukhori.)
Sedangkan contoh hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak adalah seperti sabda rasullullah,
 أتي رسول الله صلى الله عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف
Rasullullah didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.
Hadits ini men-taqyid  QS.Almaidah : 58 yang berbunyi :
والسارق و السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالامن الله و الله عزيز حكيم
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai siksaan dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Dalam ayat diatas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Bisa jadi dipotong sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan dipotong hingga pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan.  Akan tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti yaitu memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.
Sedangkan contoh hadits yang berfungsi untuk mentakhshish keumuman ayat-ayat al-Quran, adalah :
قال النبي صلى الله عليه و سلم لا يرث المسلم الكافر و لا الكافر المسلم ( رواه البخارى ) Nabi SAW bersabda : “tidaklah seorang muslim mewarisi dari orang kafir , begitu juga kafir tidak mewarisi dari orang muslim.
Hadits tersebut mentakhshish keumuman ayat :
يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين ( النساء : 11 )
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian anak laki-laki sama dengan bahagian anak perempuan. (QS. An- Nisa : 11)
c.       Bayan At-Tasyri
 Bayan at-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Seperti contoh berikut:
أن الرسول الله صلى الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين  (رواه المسلم )
Bahwasahnya Rasulullah telah mewajibkan zakat fitroh kepada umat islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuam muslim.
(HR. Muslim).
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan, sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat membentuk hukum baru yang tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena menurut mereka, sunnah tidak dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum baru
d.      Bayan Al-Nasakh
Nasakh menurut bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan), oleh para ahli Ushul Fiqih diartikan dengan: “Penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian”.
Dalam menasakh al-Qur’an dengan sunah/hadist ini terdapat dua macam pendapat di antara para ahli Ushul tentang boleh tidaknya. Pendapat pertama menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir atau Sunah Masyhur, bukan sunah Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan, menasakh Alquran dengan Sunah tidak dibolehkan, karena derajat al-quran lebih tinggi dari pada Sunah. Padahal syarat nasikh itu adalah yang lebih tinggi derajatnya atau sepadan.[3]
Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-naskh :
لا وصية لوارث
Tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Hadist ini menaskh firman Allah :
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و الأقربين بالمعروف حقا على المتقين (البقرة : 180)
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqoroh : 180).
3.      Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam
Sehubungan dengan fungsi hadist sebagai bayan tersebut, para ulama berbeda pendapat dalam merincinya lebih lanjut.
1.      Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’.
2.      Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin, bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh
3.      Menurut Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, dan bayan takhsis.
Meskipun para ulama menggunakan istilah yang berbeda, namun pada dasarnyayang mereka maksudkan sama saja. Secara umum fungsinya adalah menguatkan, merinci, menjelaskan, membuat aturan baru dan merevisi aturan al-quran.[4]

         IV.             KESIMPULAN
Al-qur’an dan Hadits adalah sebagi pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, hadist adalah sumber hukum islam kedua setelah al-quran.
Fungsi hadits sebagai penjelas(bayan) terhadap Al-qur’an mempunyai empat(4) macam, yaitu:
1.      Bayan Al-Taqrir di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an
2.      Bayan Al-Tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
3.      Bayan At-Tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran , atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja
4.      Bayan At-Nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang datang kemudian
Pendapat Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam:
Menurut Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan tafshil, bayan Isbat, dan bayan tasyri’. Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin, bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh. Menurut Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, dan bayan takhsis.

         V.                PENUTUP
            Demikian makalah ini kami susun. Semoga apa yang telah kami uraikan diatas mengenai Fungsi Hadist dalam Ajaran Islam sedikit banyaknya memberi manfaat kepada kita semua. Dan kami menyadari sebagai manusia biasa memang tidak bisa luput dari kesalahan tidak terkecuali dengan makalah yang kami buat. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amiiin.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammadiyah, Ilmu Hadist, Yogyakarta: Graha Guru, 2008
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadist, Semarang : Pustaka Rizki Putra
Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1996
Suparta, Munzier. ILMU HADITS . Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2003



[1] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadist, Semarang : Pustaka Rizki Putra hlm.134
[2] Muhammdiyah Amin, Ilmu Hadist, Yogyakarta: Graha Guru, 2008 hlm.8-15
[4] Muhammadiyah Amin, Ilmu Hadist, Yogyakarta: Grha Guru, 2008 hlm.17           

Minggu, 12 Mei 2013

How to Make Equilateral Triangle Using Compass

ttrte
Can you guess what kind of shape picture side?,,,
How much angle do you think about picture side?,,,
Can you make the equilateral triangle using compass?,,,
 
Everything that we see in this word, of course have kind of shape. There are circle, square, triangle, trapezoid, etc. We can draw it on a peace of paper using pen or pencil. To get the perfect shape, some times we need the other equipment such as ruler, arc, eraser and compas. For example we will make triangle that have the same angle or known by equilateral triangle. Of course, we need arc to make the perfec one. But how if we make using compass?,,
 
Here I wanna tell you “How to Make equilateral triangle using compass”.
 
Equipment’s :
clip_image001 Piece of paper
clip_image001[1] Pencil
clip_image001[2] Compass
jnjk


Steps :
clip_image001[3] Make the straight line named PQ’s line.


clip_image001[4] Make circular arc that center upon P point and pass through Q point

clip_image001[5] Just the opposite, make circular arc that center upon Q point and pass through P point.
 
clip_image001[6] Mark the companionship of circular arc with point named R.

clip_image001[7] Pull the straight line from P and Q point to R point.




 
clip_image001[8] The equilateral triangle has formed.






















Rabu, 08 Mei 2013

Makalah Lingkungan Pendidikan Perspektif Islam

 
A. Pendahuan
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Disisi lain proses perkembangan dan pendidikan manusia tidak hanya terjadi dan dipengaruhi oleh proses pendidikan yang ada dalam sistem pendidikan formal (sekolah) saja. Manusia selama hidupnya akan selalu mendapat pengaruh dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Ketiga lingkungan itu sering disebut sebagai tripusat pendidikan.
Dengan kata lain proses perkembangan pendidikan manusia untuk mancapai hasil yang maksimal tidak hanya tergantung tentang bagaimana sistem pendidikan formal dijalankan. Namun juga tergantung pada lingkungan pendidikan yang berada di luar lingkungan formal.
Dalam perspektif pendidikan Islam, lingkungan dapat memberi pengaruh yang positif atau negatife terhadap pertumbuhan jiwa dan kepribadian anak. Pengaruh lingkungan yang dapat terjadi pada anak diantaranya adalah akhlak dan sikap  keberagamaannya. Mengingat besarnya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian dan watak anak, maka dalam perspektif pendidikan Islam lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan fisiologis, psikologis dan sosio-kultural.
Dari urian diatas dapat diketahui bagaimana pentingnya Lingkungan terhadap terjadinya proses pendidikan terutama pendidikan Islam. Oleh karena itu, kami akan menguraikan makalah yang berjudul “Lingkungan Pendidikan dalam Perspektif Islam”.
 
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Lingkungan dalam Perspektif Islam
2. Macam-macam Lingkungan dalam Pendidikan Islam
3. Jenis Lembaga Pendidikan Islam
4. Tugas Lembaga Pendidikan Islam

 
C. Pembahasan
1. Pengertian Lingkungan dalam Perspektif Islam
Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya. Menurut Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) , bahwa lingkungan sekitar meliputi kondisi dalam dunia yang mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sedangkan Menurut Milieu, yang dimaksud lingkungan ditinjau dari perspektif pendidikan Islam adalah sesuatu yang ada disekeliling tempat anak melakukan adaptasi, meliputi:
1. Lingkungan alam, seperti udara, daratan, pegunungan, sungai, danau, lautan, dsb.
2. Lingkungan Sosial, seperti rumah tangga, sekolah,dan masyarakat.[1]

2. Macam-macam Lingkungan dalam Pendidikan Islam
Menurut Drs. Abdurrahman Saleh, ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan anak, yaitu :
a. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. Lingkungan semacam ini adakalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan adakalanya pula agar sedikit tahu tentang hal itu.
b. Lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsyafan batin. Biasanya lingkungan demikian menghasilkan anak-anak beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
c. Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan dalam kehidupan agama. Lingkungan ini memberikan motivasi yang kuat kepada anak untuk memeluk dan mengikuti pendidikan yang ada. Apabila lingkungan ini diitunjang dengan pimpinan yang baik dan kesempatan yang memadai, maka kemungkinan besar hasilnya pun baik pula.

Dari uraian tersebut, lingkungan pendidikan dapat dibedakan mejadi tiga macam :
1) Pengaruh lingkungan positif, yaitu lingkungan yang memberikan dorongan atau motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Islam.
2) Pengaruh lingkungan negatif, adalah lingkungan yang menghalangi anak untuk menerima, memahami, meyakini dan mengamalkan ajaran Islam.
3) Lingkungan netral, adalah lingkungan yang tidak memberikan dorongan untuk meyakini atau mengamalkan agama, dan juga tidak melarang anak-anak untuk meyakini dan mengamalkan ajaran Islam.[2]

3. Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan Islam adalah:
a. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya orangtua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
b. Sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru profesional.
c. Kesatuan sosial, yaitut pendidikan tersier yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya dalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.[3]
1) Keluarga
Keluarga adalah ikatan laki-laki dengan perempuan berdasarkan hukum perkawinan yang sah. Di dalam keluarga ini lahirlah anak-anak dan di sinilah terjadinya interaksi pendidikan. Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama karena di lingkungan inilah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya.
Pada tahun-tahun pertama, orangtua memegang peranan utama dan memikul tanggung jawab pendidikan anak. Kasih sayang orangtua yang tumbuh akibat dari hubungan darah, mempunyai arti yang sangat penting bagi pertumbuhannya. Kekurangan kasih sayang orangtua menyebabkan anak keras kepala, sulit diatur dan mudah memberontak. Dan jika kasih sayang dari orangtua berlebihan dapat menjadikan anak manja, penakut dan sulit untuk hidup mandiri. Oleh karena itu, orangtua harus pandai dan tepat memberikan kasih sayang kepada anaknya, jangan kurang dan jangan pula lebih. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. (Qs. Ar-Tahrim:6).

Keluarga yang ideal adalah keluarga yang mau memberikan dorongan yang kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Adapun keluarga yang acuh dan tidak taat menjalankan agama, tidak akan memberikan dorongan kepada anaknya untuk mempelajari agama bahkan melarang anaknya mempelajari agama.
Setelah memasuki masa kanak-kanak, lingkungannya sudah semakin luas. Selain dari ayah bundanya, keluarga-keluarga lain pun telah memegang peranan. Kasih sayang yang seperti yang diterima dari ibu-bapaknya, tidak akan diperoleh dari keluarga-keluarga yang lain.[4]

2) Sekolah (Madrasah)
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin besar kebutuhannya. Karena keterbatasanya, orangtua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut. Oleh karena itu,orangtua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana. Pendidikan yang berlangsung di sekolah bersifat sistematis, berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlansung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi[5].

Telah diakui berbagai pihak bahwa peran sekolah bagi pembentukan kepribadian anak sangat besar. Sekolah telah membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat dan lain sebagainya.

Lingkungan sekolah yang positif terhadap pendidikan islam, yaitu lingkungan sekolah yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama islam. Lingkungan sekolah demikian inilah yang mampu membina anak rajin beribadah, berpandangan luas, dan berdaya nalar kreatif.
Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik dan berwawasan sempit sehingga menghambat pertumbuhan anak.
Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah yang berusaha untuk meniadakan kepercayaan agama di kalangan anak didiknya.

3) Tempat Ibadah

Yang dimaksud tempat ibadah yaitu seperti musholla, masjid dan sebagainya. Oleh umat islam, tempat ini biasanya dalam bentuk madrasah diniyah. Dan juga sering diadakan pengajian-peengajian umum seperti untuk peringatan hari-hari besar Islam, tabligh akbar, diskusi, dan seminar[6].

4) Masyarakat

Masyarakat adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama setiap masyarakat. Masyarakat merupakan lembaga kedua setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak.

Organisasi-organisasi islam yang tumbuh di dalam masyarakat, antara lain:

a) Taman Pengajian Al-Quran (TPQ)
TPQ adalah lembaga pendidikan islam tingkat dasar diluar sekolah. Pesertanya secara umum ditujukan pada anak-anak usia taman kanak-kanak atau TK, tetapi pada prakteknya sering ditemui anak-anak usia SD atau SLTP bahkan terkadang SLTA yang ingin lancar membaca Al-Quran.

b) Majelis Ta’lim
Majlis Ta’lim adalah salah satu sarana pendidikan dalam islam. Majelis Ta’lim lebih kita kenal dengan istilah pengajian-pengajian. Umumnya berisi ceramah atau khotbah-khotbah keagamaan islam, juga sering digunakan sebagai wahana diskusi ilmiah, sosiologis, politik, hukum dan sebagainya.[7]

4. Tugas Lembaga Pendidikan Islam
a. Tugas Keluarga
Orangtua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggungjawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Orangtua diperintahkan untuk menyelamatkan keluarganya dari siksa api neraka. Seperti dalam firman Allah surat At-Tahrim(66):6 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

b. Tugas Sekolah (Madrasah)
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (madrasah) mempunyai tugas :
1) Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan,

2) Memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia,

3) Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan islami,

4) Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh subjektivitas (emosi) karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi,

5) Memberikan wawasan nilai dan moral serta peradaban manusia agar pemikiran peserta didik menjadi berkembang,

6) Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antar peserta didik.
Tugas-tugas madrasah tersebut membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen, sehingga dalam lembaga madrasah tersebut terdapat tertib administrasi yang pada dasarnya bertujuan melancarkan pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan.

c. Tugas Lembaga Pedidikan Masyarakat
· Tugas Masjid
Pada masa permulaan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat agung. Namun, pada masa sekarang sebagian besar fungsi tersebut diabaikan oleh kaum muslimin. Dahulu, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang , pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala-berhala dan thagut, agar mereka hanya beribadah kepada Allah. Di samping itu, masjid juga berfungsi sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hal dan kewajiban mereka dalam negara Islam. Di samping itu, masjid juga merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.

· Tugas Pesantren
Menurut Yusuf Amir Feisal, pesantren memiliki tugas sebagai berikut :

ü Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama,
ü Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama,
ü Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.[8]

 
D. Kesimpulan
· Lingkungan pendidikan perspektif islam adalah sesuatu yang ada disekeliling tempat anak melakukan adaptasi, meliputi:
1. Lingkungan alam, seperti udara, daratan, pegunungan, sungai, danau, lautan, dsb.
2. Lingkungan Sosial, seperti rumah tangga, sekolah,dan masyarakat.
· Macam-macam Lingkungan dalam Pendidikan Islam
Menurut Drs. Abdurrahman Saleh, ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan anak, yaitu :
a. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama
b. Lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsyafan batin.
c. Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan dalam kehidupan agama.
· Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan Pendidikan Islam adalah:
a. Rumah tangga
b. Sekolah
c. Kesatuan sosial
3. Tugas Lembaga Pendidikan Islam
a. Tugas Keluarga
Orangtua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya.
b. Tugas Sekolah (Madrasah)
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah (mdrasah) mempunyai tugas yang diantaranya merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan, serta memelihara fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia.
c. Tugas Lembaga Pedidikan Masyarakat
Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama dan mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.
 
4. Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar ini jauh sekali dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Dan kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin.
 
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abd. Rohman. Pendidikan Islam Inegratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005
Sudiyono, M. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2009
Umar, Bukhari. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2010



[2] Drs.H.M.Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal.298-300
[3] Drs.Bukhari Umar,M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, (HAMZAH, Jakarta, 2010), hal.150
[4] Drs.H.M.Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal.301
[5] Drs.Bukhari Umar,M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, (HAMZAH, Jakarta, 2010), hal.152
[6] Drs.H.M.Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal.302-305
[7] Abd. Rahman Assegaf, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 160-161
[8] Drs.Bukhari Umar,M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam, (HAMZAH, Jakarta, 2010), hal.153-161