FUNGSI
HADITS DALAM AJARAN ISLAM
I.
PENDAHULUAN
Al-Quran dan hadits mempunyai hubungan yang sangat
erat dimana keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi
penggunaan hukum syariat, hadist/sunnah mempunyai kedudukan sederajat lebih
rendah dibandingkan al-quran. Hal ini akan terasa sekali ketika seseorang membaca
atau mendapati ayat-ayat al-Quran yang masih sangat global, tidak terpirinci,
dan kerap kali terdapat keterangan-keterangan yang bersifat, tidak muqoyyad. Seperti perintah tentang kewajiban sholat.
Dalam al-Qu’ran, tidak dijelaskan bagaimana cara seseorang untuk
mendirikan sholat, ada berapa rokaat,apa yang harus
dibaca, dan apa saja syarat rukunnya. Akan tetapi, dari hadist kita dapat mengetahui tata caranya
sebagaimana yang telah disyariatkan. Oleh karenanya,
keberadaan hadist menjadi hal yang urgen melihat fungsi umum hadist menjadi
bayan ayat-ayat al-Quran yang masih butuh kajian lebih dalam untuk mengetahui makna
yang sesungguhya. Jika umat
islam mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang hadist, maka akan sangat sulit
bagi kita untuk menelaah lebih dalam dan memahami ayat-ayat al-Quran.
Dalam makalah ini, akan diuraikan terkait fungsi hadits dalam ajaran Islam,
disertai contoh permasalahannya dan juga perbedaan pendapat para ulama dalam
mengklasifikasikannya.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa fungsi
hadits dalam ajaran Islam
?
2.
Sebutkan dan
jelaskan klasifikasi fungsi-fungsi hadits sesuai urutan dan contoh-contoh kasus
serta dalil pendukungnya?
3.
Bagaimana
pendapat para ulama tentang fungsi hadits dalam islam?
III.
PEMBAHASAN
1.
Fungsi Hadist
dalam Ajaran Islam
Dalam
al-quran dijelaskan bahwa Rasulullah SAW. diutus oleh Allah ke muka bumi untuk
menjelaskan isi kandungan yang terdapat dalam ayat-ayat al-Quran. Hal itu
senada dengan firman Allah dalam qur’an surat An Nahl : 44 yang artinya :
dan kami turunkan
kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
Dengan
pemahaman ayat diatas, tegaslah kiranya bahwa hadist itu penjelasan, pensyarah,
pen-taqyid, dan pen-takhsish ayat-ayat al-Quran.
Imam Ahmad
berkata, “Mencari hukum dalam al-Quran haruslah melalui hadist. Mencari agama
demikian pula, Jalan yang telah dibentang untuk mempelajari fiqh Islam an
syariatnya ialah hadist/sunnah. Mereka yang mencukpi dengan al-Quran saja,
tidak memerlukan hadist dalam memahami ayat, dalam mengetahui
syariatnya,sesatlah perjalanannyadan tidak akan sampai pada tujuan yang
dikehendaki.”[1]
Penjelasan-penjelasan yang dilakukan
oleh nabi sangat beraneka ragam bentuknya dan memiliki fungsi-fungsi tertentu.
Penjelasan itu dapat berupa ucapan, perbuatan, tulisan ataupun taqrir
(pembenaran berupa diamnya beliau terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang
lain). Nabi Muhammad saw. telah diberi oleh Allah SWT (melalui Al-Quran) hak
dan wewenang tersebut. Segala ketetapannya harus diikuti.
Banyak ayat al-quran dan hadist
Rasulullah yang memberikan penegasan bahwa hadist merupakan sumber hukum Islam
selain al-quran yang wajib diikuti.
a) Dalil
al-Quran
Katakanlah:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
( ali Imron : 32)
b)
Hadist Rasulullah
تركت فيكم أمرين
لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله و سنة نبيه
Aku tinggalkan dua pusaka
untukmu sekalian yang kalia tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh
pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.
c)
Ijma’
Umat
islam sepakat menjadikan hadist sebagai mashadir at-tasyri’. Kesepakatan
itu, bahkan telah dilakukan sejak masa Rasulullah. Ketika masa al-khulafa
ar-rasyidin dan masa-masa selanjutnya pun, tidak ada yang mengingkarinya.
d)
Sesuai dengan logika rasional
Kerasulan Muhammad telah diakui
dan dibenarkan oleh umat islam. Karena itu, bila kerasulannya telah diakui dan
dibenarkan, maka sudah selayaknya apabila segala peraturan dan
perundang-undangan, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu maupun hasil
ijtihad dan inisiatif sendiri, ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup.[2]
2. Fungsi-Fungsi Hadits dan Contoh-Contoh Kasus Serta Dalil Pendukungnya
Fungsi
Hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap al-qur’an ada 4 macam, yaitu:
a.
Bayan Al-Taqrir
Bayan at-taqrir
di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang
telah di terangkan dalam al-qur’an. Fungsi hadits ini hanya memperkokoh isi
kandungan al-qur’an sekalipun dengan redaksi yang berbeda namun ditinjau dari
substansinya mempunyai makna yang sama. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh
hadits yang di riwayatkan Muslim dari Ibnu Umar yang berbunyi :
فإذا
رأيتم الهلال فصوموا و إذا رأيتموه فأفطروا ( رواه مسلم )
Apabila kalian melihat
(ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka
berbukalah. (HR. Muslim)
Hadits ini mentaqrir (menetapkan) ayat al-Quran Surah. Al-Baqoroh : 185 yang berbunyi :
فَمَن شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه
Maka barangsiapa yang
mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...
Karena
ayat al-quran dan hadist diatas mempunyai makna yang sama maka hadist tersebut
berfungsi sebagai bayan taqrir, mempertegas apa yang telah disebut dalam
al-quran.
b. Bayan Al-Tafsir
Bayan
al-tafsir adalah fungsi hadits yang memberikan rincian dan
tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal),
memberikan persyaratan atau batasan (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang
bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish) ayat al-qur’an yang masih
bersifat umum.
Diantara
contoh tentang ayat-ayat al-qur’an yang masih mujmal adalah perintah
mengerjakan sholat. Banyak sekali ayat-ayat terkait perintah kewajiban sholat
dalam al-Quran. Salah satunya sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqoroh
ayat : 43
واقيموا
الصلاة واتوا الزكاة واركعوا مع الرا كعين
dan dirikanlah shalat, tunaikan
zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.
Ayat
tersebut menjelaskan tentang kewajiban sholat tetapi tidak dirinci atau
dijelaskan bagaimana operasionalnya, berapa rokaatnya, serta apa yang harus
dibaca dalam setiap gerakan sholat. Kemudian Rasulullah memperagakan bagaimana
mendirikan sholat yang baik dan benar. Hingga beliau bersabda,
صلوا
كما رايتموني اصلي(رواه البخاري)
Shalatlah sebagaimana
engkau melihat aku shalat. (HR.Bukhori.)
Sedangkan
contoh hadits yang membatasi (taqyid) ayat-ayat al-qur’an yang bersifat
mutlak adalah seperti sabda rasullullah,
أتي رسول الله صلى
الله عليه و سلم بسارق فقطع يده من مفصل الكف
Rasullullah didatangi seseorang
dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan
tangan.
Hadits ini
men-taqyid QS.Almaidah : 58
yang berbunyi :
والسارق و
السارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالامن الله و الله عزيز حكيم
Laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan sebagai
siksaan dari Allah sesungguhnya Allah maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Dalam ayat
diatas belum ditentukan batasan untuk memotong tangannya. Bisa jadi dipotong
sampai pergelangan tangan saja, atau sampai siku-siku, atau bahkan dipotong hingga
pangkal lengan karena semuanya itu termasuk dalam kategori tangan. Akan tetapi, dari hadist nabi tersebut, kita
dapat mengetahui ketetapan hukumnya secara pasti yaitu memotong tangan pencuri
dari pergelangan tangan.
Sedangkan
contoh hadits yang berfungsi untuk
mentakhshish keumuman ayat-ayat al-Quran, adalah :
قال النبي صلى الله عليه و سلم لا يرث المسلم الكافر و لا الكافر المسلم (
رواه البخارى ) Nabi SAW bersabda : “tidaklah seorang muslim mewarisi dari orang kafir , begitu
juga kafir tidak mewarisi dari orang muslim.
Hadits
tersebut mentakhshish keumuman ayat :
يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين ( النساء : 11 )
Allah
mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian anak laki-laki sama dengan bahagian anak perempuan. (QS. An- Nisa : 11)
c.
Bayan At-Tasyri’
Bayan at-Tasyri’ adalah
mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran ,
atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Seperti
contoh berikut:
أن الرسول الله صلى الله عليه و سلم فرض زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا
من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين (رواه المسلم )
Bahwasahnya Rasulullah telah
mewajibkan zakat fitroh kepada umat islam pada bulan
ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka
atau hamba, laki-laki atau perempuam muslim.
(HR. Muslim).
Hadits Rasulullah yang termasuk bayan al-tasyri’ ini, wajib diamalkan,
sebagaimana mengamalkan hadits-hadits lainnya.
Namun demikian, sebagian ulama membantah bahwa sunnah dapat membentuk hukum
baru yang tidak disebutkan dalam al-Quran. Karena menurut mereka, sunnah tidak
dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum baru
d.
Bayan Al-Nasakh
Nasakh
menurut
bahasa berarti (membatalkan dan menghilangkan), oleh para ahli Ushul Fiqih
diartikan dengan: “Penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i yang
datang kemudian”.
Dalam
menasakh al-Qur’an dengan sunah/hadist ini terdapat dua macam pendapat di
antara para ahli Ushul tentang boleh tidaknya. Pendapat pertama menyatakan,
menasakh Alquran dengan Sunah diperkenankan, asalkan dengan Sunah Mutawatir
atau Sunah Masyhur, bukan sunah Ahad. Sedang pendapat kedua menyatakan,
menasakh Alquran dengan Sunah tidak dibolehkan, karena derajat al-quran lebih tinggi dari pada Sunah.
Padahal syarat nasikh itu adalah yang lebih tinggi derajatnya atau
sepadan.[3]
Contoh hadist yang berfungsi sebagai bayan al-naskh :
لا وصية لوارث
Tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Hadist ini menaskh firman Allah :
كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين و الأقربين
بالمعروف حقا على المتقين (البقرة : 180)
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang
diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu bapa dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah
kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Baqoroh : 180).
3.
Pendapat Para
Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam
Sehubungan dengan fungsi hadist sebagai bayan
tersebut, para ulama berbeda pendapat dalam merincinya lebih lanjut.
1. Menurut
Imam Malik bin Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan tafshil,
bayan Isbat, dan bayan tasyri’.
2. Menurut
Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan ta’yin, bayan tasyri’, bayan
nasakh, bayan tafshil
dan bayan isyaroh
3. Menurut
Ahman bin Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, dan
bayan takhsis.
Meskipun para ulama menggunakan istilah yang berbeda,
namun pada dasarnyayang mereka maksudkan sama saja. Secara umum fungsinya
adalah menguatkan, merinci, menjelaskan,
membuat aturan baru dan
merevisi aturan al-quran.[4]
IV.
KESIMPULAN
Al-qur’an dan Hadits adalah sebagi pedoman hidup,
sumber hukum dan ajaran dalam Islam antara satu dengan yang lain tidak dapat
dipisahkan. Dengan kata lain, hadist
adalah sumber hukum islam kedua setelah al-quran.
Fungsi hadits sebagai penjelas(bayan) terhadap Al-qur’an mempunyai empat(4)
macam, yaitu:
1.
Bayan Al-Taqrir
di sebut juga dengan bayan al-ta’qid dan bayan al-isbat yaitu menetapkan
dan memperkuat
apa yang telah di terangkan dalam al-qur’an
2. Bayan Al-Tafsir adalah fungsi
hadits yang memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-qur’an yang
masih bersifat global (mujmal), memberikan persyaratan atau batasan (taqyid)
ayat-ayat al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan (takhshish)
ayat al-qur’an yang masih bersifat umum.
3. Bayan At-Tasyri’ adalah
mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Quran ,
atau dalam al-quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja
4. Bayan At-Nasakh yaitu penghapusan hukum Syar'i dengan suatu dalil syar'i
yang datang kemudian
Pendapat
Para Ulama Tentang Fungsi Hadits Dalam Islam:
Menurut Imam Malik bin
Annas, yaitu meliputi bayan taqrir, bayan tafsir, bayan tafshil, bayan Isbat,
dan bayan tasyri’. Menurut Imam Syafi’i, yaitu meliputi bayan takhsis, bayan
ta’yin, bayan tasyri’, bayan nasakh, bayan tafshil dan bayan isyaroh. Menurut Ahman bin
Hanbal yaitu meliputi bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, dan bayan
takhsis.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun.
Semoga apa yang telah kami uraikan diatas mengenai Fungsi Hadist dalam Ajaran Islam sedikit banyaknya memberi
manfaat kepada kita semua. Dan kami menyadari sebagai manusia biasa memang tidak bisa luput dari kesalahan tidak terkecuali dengan makalah yang kami buat. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik
lagi. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amiiin.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,
Muhammadiyah, Ilmu Hadist, Yogyakarta: Graha Guru, 2008
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah
& Pengantar Ilmu Hadist, Semarang : Pustaka Rizki Putra
Shihab, Quraisy, Membumikan Al-Quran,
Bandung: Mizan, 1996
Suparta, Munzier. ILMU
HADITS . Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2003
[1] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadist, Semarang : Pustaka Rizki Putra hlm.134
[2]
Muhammdiyah Amin, Ilmu
Hadist, Yogyakarta: Graha Guru, 2008 hlm.8-15
[3] http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/MODUL_USHUL_FIQIH.pdf
[4]
Muhammadiyah Amin, Ilmu
Hadist, Yogyakarta: Grha Guru, 2008 hlm.17